Latar Belakang
Cendana
(Santalum album Linn) sudah lama
dikenal sebagai identitas dan kebanggaan Nusa Tenggara Timur. Namun keberadaan tanaman cendana di nusa tenggara,
terutama di NTT pada saat ini sudah sangat langka. Kelangkaan ini dimulai
sejak tahun 80-an
sampai 90-an.
Keadaan tersebut disebabkan oleh eksploitasi tanaman cendana secara
besar-besaran tetapi tidak dibarengi dengan upaya rehabilitasi atau penanaman
cendana kembali secara cukup seimbang dengan eksploitasinya. Selain itu dukungan masyarakat untuk
mempertahankan dan membudidayakan tanaman cendana pada saat itu sangat rendah.
Kondisi langkanya cendana juga dipicu oleh kebijakan pengelolaan yang tidak
tepat. Sebagai tanaman yang memiliki nilai
ekonomis tinggi, kelestariannya perlu terus dijaga melalui upaya-upaya
regenerasi.
Gambar 1. Cendana Umur 24 tahun
Kultur Teknis Tanaman Cendana
Fokus
perhatian terhadap manajemen
budidaya cendana adalah benih berkualitas. Masa panen cendana pada bulan
Mei-Juni sehingga diusahakan agar tidak mengambil benih diluar masa panen
karena akan berdampak terhadap rusaknya mutu/imbreeding tanaman cendana, selain
itu kadar air ideal penyimpanan adalah 5% dan tidak boleh disimpan lebih dari 5
bulan setelah panen karena berpengaruh terhadap rendahnya daya kecambah. Sumber
benih berasal dari tegakan yang berumur ≥20 tahun bukan dari individu yang
hidup sendiri (persilangan dalam). Untuk megetahui pohon matang dapat diketahui
dengan cara membor gubal sedalam 2,5 cm. Upaya perbaikan sumber benih dilakukan
dengan menanam suatu areal dengan keragaman sumber benih >25 jenis.
Sementara itu inang cendana sangat diperlukan dalam budidaya cendana karena
memiliki fungsi : membantu menyerap unsur hara (N, P dan asam amino),
haustoria/bintil yang menempel pada akar cendana dan haustoria 70% terbentuk
setelah 30 hari kecambah serta 97% setelah satu tahun. Penelitian Balibanghut
Kupang, bahwa tanaman cendana yang ditanam bersama dengan Alternathera, Desmantus virgatus dan Crotalaria juncea mendapatkan pertumbuhan terbaik di persemaian dan
lapangan. Tanaman inang cendana sekunder yang sudah dikenal masyarakat di NTT
seperti : Lamtoro, Trembesi, Kaliandra, Kabesak, Johar, Nangka, Kasuarina,
Gmelina, Turi, Timau, Jambu, Villosa dan Flamboyan. Namun perlu diperhatikan agar tanaman inang
tidak menjadi kompetitor dalam perebutan unsur hara dan cahaya bagi cendana
dengan cara menanam hanya 6 % tanaman inang dilapangan dan pemangkasan yang
kontinyu.
Keberhasilan
penanaman cendana dilapangan terbilang rendah karena sulitnya sumber benih
bermutu yang teridentifikasi, oleh karena itu perlu perlu dibangun suatu
manajemen teknis yang tepat. Persemaian adalah tempat untuk memproses benih
menjadi bibit/semai yang siap ditanam dilapangan. Perencanaan persemaian
meliputi kegiatan : penentuan jenis persemaian (sementara dan tetap) dan
pemilihan lokasi (letak, persediaan air, kondisi tanah, pagar hidup, jalan
angkutan dan kelerengan). Sementara itu pembangunan persemaian dan penyiapan
media terdiri dari kegiatan : penentuan luas persemaian (jumlah semai yang
diproduksi dan lamanya bibit dipersemaian hingga ditanam) serta pembuatan
bedeng tabur dan sapih. Media bedeng tabur 100% dengan pasir yang sudah
disangrai atau campuran pasir dan tanah (2:1), sedangkan media bedeng sapih
adalah top soil, kompos/bokashi dan tanah (3:1:1). Perlakuan benih cendana sebelum disemai
adalah direndam dalam air dingin selama 14 jam, perkecambahan normal pada umur
14 hari, jika tidak normal 21 hari sampai 2 bulan. Bibit disemai pada bedeng
tabur dan disapih saat usia 2 bulan (4 daun) atau langsung didalam polibag
sebanyak 3 benih (pengalaman Balitbanghut Kupang persentase tumbuh 85 %). Hasil
pengamatan terhadap
perkecambahan benih cendana di Lokasi Persemaian Balai Diklat Kehutanan Kupang
di Soe bahwa dari tiga provenan
benih cendana (Sumba,
Alor dan Timor), benih dari Sumba memiliki daya kecambah
yang lebih tinggi (20%) dari 1 kg benih yang ditabur. Rendahnya daya kecambah
tersebut ada indikasi sumber benih yang disemai asal usulnya tidak diketahui,
baik pohon benih, waktu unduh, dan cara penyimpanannya. Namun, hal ini belum
dapat dijadikan rekomendasi karena hasil penelitian dari Balitbanghut Kupang,
daya kecambah yang normal dapat mencapai 60%. Dilihat dari berbagai
permasalahan tersebut dapat menjadi pertimbangan bagi para petugas lapangan
dalam manajemen benih cendana dari pemilihan benih sampai penanaman dan
pemeliharaan dilapangan.
Kegiatan penanaman tanaman kehutanan pada umumnya mengalami
kegagalan begitupun untuk tanaman cendana. Kegagalan penanaman cendana
disebabkan oleh beberapa faktor seperti : penanaman terlalu dalam sehingga akar
busuk dan terlalu dangkal sehingga rentan terhadap kekeringan, akar tanaman
terlipat, akar mengenai batu/lubang, kantong plastik tidak dilepas, kualitas
bibit tidak memadai dan media terlalu padat. Sukses penanaman cendana perlu
memperhatikan faktor-faktor sebagai berikut : bahan tanaman (biji, stek dan
stump), tempat tumbuh harus sesuai, cara tanam yang tepat, diperlukan tanaman
inang dan meminimalisir terjadinya gangguan seperti : kebakaran, ternak liar,
pencurian, hama dan penyakit serta kondisi iklim. Model pola tanam campuran
(wanatani, agroforestry, silvopasture, hkm dan wanafarma sangat dianjurkan.
Pemanfaatan pekarangan lebih baik karena perawatan dapat dilakukan secara
kontinyu. Teknik penanaman dilakukan secara tidak langsung melalui pemeliharaan
dipersemaian sehingga bibit dikondisikan dengan keadaan lapangan saat ditanam.
Penanaman dilakukan pada lahan terbuka secara baris dan larikan yaitu 400
batang/ha (Jarak tanam 5 m x 5 m) dan lahan tegalan untuk pengkayaan batas
tanah serta sisipan 200 batang/ha. Jarak tanam memperhatikan : kelerengan lahan
(semakin curam semakin rapat), sifat jenis tanaman (tajuk cepat berkembang
ditanam longgar) dan tujuan penanaman (untuk kayu) jarak tanam rapat.
Pemelihaaan
merupakan upaya yang dilakukan agar tanaman dapat tumbuh dengan baik sesuai
tujuan, dengan mengkondisikan faktor luar yang sesuai dengan tanaman. Kegiatan-kegiatan
dalam pemeliharaan adalah :
1.
Penyiraman
Kebutuhan air terhadap cendana tidak banyak, rata-rata
setiap hari cukup disiram 800 cc (3-4 gelas air) per batang. Untuk jumlah bibit
yang banyak dapat menggunakan teknologi botol tetes.
2.
Penyulaman
Penyulaman dilakukan untuk menganti tanaman
yang mati dengan tanaman baru yang sejenis dan seumur. Tanaman dengan
persentase tumbuh <40% dinyatakan gagal. Pengalaman Balitbanghut Kupang
dengan teknik pembuatan tanaman cendana yang baik persentase hidup tanpa
penyulaman tahun pertama 65% dan tahun ketiga 57%.
3.
Penyiangan
Penyiangan adalah kegiatan
membersihkan tanaman pokok dari gangguan gulma agar tanaman pokok tidak dapat
pesaing dalam penyerapan unsur hara. Penyiangan dilakukan 2 kali dalam setahun
atau disesuaikan dengan keadaan pertumbuhan gulma.
4.
Pemupukan
Pemupukan pada cendana belum
banyak dilakukan karena cendana sebagai tumbuhan semi parasit yang mendapat
pasokan hara dari tanaman inang disekitarnya. Pupuk dasar saat tanam adalah
campuran pupuk kandang dan urea (500 g pupuk kandang dan 5 g urea/lubang).
Frekuensi pemupukan dilakukan 2 kali saat awal musim hujan dan akhir hujan.
5.
Pemangkasan
Tujuan pemangkasan agar mengurangi cabang-cabang yang
banyak sehingga dapat meningkatkan kualitas batang pohon yang bagus dan tanaman
inang tidak menggangu pertumbuhan tanaman cendana.
6.
Penjarangan
Penjarangan adalah kegiatan
mengurangi kepadatan pohon dan menghindari penyebaran hama penyakit.
Penjarangan dilakukan jika tajuk sudah saling bersentuhan dan saling menutup.
Dilakukan pada pertumbuhan pohon yang kerdil, akan mati dan terserang hama
penyakit.
7.
Pemberantasan
hama penyakit
Tujuan kegiatan ini agar tidak merugikan tanaman cendana
sehingga dicapai hasil optimal pada akhir daur. Jenis-jenis hama dan penyakit
cendana adalah : Kutu Sisik, Kutu
Putih, Ulat Daun, Jamur Embun Jelaja,
Busuk Batang, Busuk Biji, Tikus dan Ulat. Kegiatan pemberantasan dapat
dilakukan dengan penggunaan bahan kimia dan pemangkasan/ pemotongan pohon yang
terserang penyakit.
8.
Perlindungan
terhadap gangguan lain
Gangguan lain
terhadap cendana adalah : Kebakaran yang dapat dicegah dengan membuat sekat
bakar, pemangkasan tumbuhan bawah dan penyuluhan, Pencurian dapat dicegah
dengan tindakan prefentif, edukatif dan represif, Penggembalaan liar dapat
dicegah dengan membuat pagar.
Aspek pemanenan dipandang tidak telalu krusial dibanding
aspek yang sedang gencar di dorong yaitu perbenihan, pesemaian, penanaman dan
pemeliharaan. Namun demikian hal ini perlu diketahui mengenai
waktu dan cara panen. Hal yang perlu diketahui dalam pemanen cendana adalah
daur/rotasi tebang ideal. Daur tersebut antara lain : Daur silvikultur, daur
teknis, daur pendapatan tertinggi dan daur finansial. Dari keempat daur
tersebut daur yang cocok untuk cendana adalah Daur Teknis. Hal ini karena
pemanenan sesuai dengan tegakan yang telah mencapai ukuran yang sudah
ditetapkan untuk keperluan produk yang akan dihasilkan. Daur teknis cendana
pada tahun 1970-an-1990-an untuk mengejar jatah tebang sehingga usia 30 tahun
sudah ditebang (saat sekarang sudah tidak tepat). Hasil penelitian menunjukan
bahwa pada usia 40-50 tahun adalah masa pohon cendana membentuk kayu teras
secara penuh, sehingga daur tebang yang tepat adalah 50-60 tahun. Penentuan
jatah tebang kayu cendana dapat diperoleh dengan rumus : AAC = N x W/A, dimana : AAC = Jatah tebangan/tahun (kg), W = Berat
kayu teras (kg), A = Daur (Tahun) dan N = Jumlah pohon masak tebal dengan
kedalaman gubal 2,5 cm.. Prinsip-prinsip pemanenan harus memperhatikan :
kepastian jatah tebang, pulihnya hutan, keanekaragaman hayati dan kepastian
terpeliharaanya air, tanah dan udara. Keberadaan cendana di NTT mengundang
investor dalam kegiatan pengelolaan industri bahan baku cendana. Namun dengan
berjalannya waktu industri cendana mengalami stagnasi karena kurangnnya bahan
baku yang dapat diolah untuk keperluan industri. Kandungan santalol yang tinggi
pada teras cendana merupakan sumber minyak atsiri yang diperoleh melalui
penyulingan. Metode penyulingan dilakukan dengan 3 cara : Penyulingan dengan
sistem rebus, dengan air dan uap serta dengan uap langsung.
Kebijakan
Budidaya Cendana Dulu dan Sekarang
Kebijakan budidaya cendana dimulai dengan sejarah rehabilitasi
pada tahun 1976 hingga sekarang. Program Departemen Kehutanan dalam kegiatan
rehabilitasi terkesan hanya ganti nama dengan wajah kegiatan yang sama. Dimulai
dari program penghijauan dan reboisasi kemudian gerhan dan sekarang RHL
menunjukkan hasil yang dikatakan gagal total. Idealnya agar program sukses
perlu ada koordinasi intensif dengan Balibanghut (Penelitian) kemudian
diteruskan ke BPPK (Diklat) dan corongnya inovasi teknologi adalah penyuluh
kehutanan. Namun hal ini belum berjalan
sesuai
harapan. Upaya pokok
Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan
Sosial di bidang budidaya cendana
oleh Direktorat Jenderal RLPS Kementerian Kehutanan, tanaman
cendana tidak termasuk dalam kegiatan pokok pengelolaan DAS prioritas dan hanya
terlihat dari kegiatan prioritas bidang yaitu pengembangan pembenihan tanaman
hutan.
Secara
khusus kebijakan budidaya cendana di NTT dimulai dengan terbitnya Perda Provinsi NTT (1966-1999) dan Perda No 16
Tahun 1986 yang berisi penguasaan cendana
di seluruh NTT oleh pemerintah dan sistem bagi hasil cendana di lahan
milik. Hal ini menyebabkan masyarakat tidak tertarik mengembangkan cendana dan
bersikap apatis terhadap cendana yang
dianggap tanaman bermasalah. Namun
fakta membuktikan bahwa jumlah populasi cendana berkurang dan cenderung
terancam punah, Kebijakan pengelolaan cendana pada masa lalu kurang berpihak
pada masyarakat lokal, Belum adanya keinginan masyarakat untuk membudidayakan
cendana, Eksploitasi tidak memperhatikan prinsip produksi lestari, Jumlah
tegakan cendana sulit diprediksi, Adanya traumatis di kalangan masyarakat sehubungan
dengan banyaknya masalah hukum dimasa lalu dan Usia produksi cendana cukup
panjang. Pengelolaan cendana di NTT telah melalui beberapa rezim, diawali pada
masa pemerintahan Hindia Belanda hingga masa Indonesia merdeka. Pada masa
Pemerintahan Hindia Belanda, semua cendana dikuasai oleh pemerintah dan
masyarakat diharuskan merawat tanaman
cendana di lahan miliknya sendiri. Jika
mati, rusak, ditebang atau terbakar maka dikenai sangsi hukuman. Pada masa
Indonesia Merdeka, pengelolaan cendana khususnya yang berkaitan dengan
pembagian hasil mengalami pasang surut kebijakan sesuai dengan dinamika sistem
pemerintahan.
Tabel 1. Distribusi dan Besaran Premi Kayu
Cendana
No
|
Pembagian Hasil
|
Perda No 11/PD/1966
|
Perda No.16/1986 & Kpts.Gub.NTT No.82/1996
|
||
Kawasan Hutan
|
Tanah Milik
|
Bukan Tanah Milik
|
|||
1.
2.
3.
4.
5.
6.
|
Masayarakat
Tokoh masyarakat
Kepala Desa (Temukung)
Wakil Raja (Fetor)
Kas Pemda Kab.
Kas Pemda Prop.
|
Upah
3%
2%
1%
74%
20%
|
50%
2%
1%
1%
36%
10%
|
Upah
3%
2%
1%
55%
25%
|
15%
-
-
-
42,50%
42,50%
|
Sumber. Perda NTT
No.4/1953, Perda NTT No.16/1986 dan Keputusan Gubernur NTT No.82/199/PD/1996
Data dari Dinas Kehutanan
Propinsi NTT Tahun 1998, menyebutkan bahwa populasi cendana di NTT masih
ditemukan di Kabupaten Kupang, Timor Tengah Selatan (TTS), Timur Tengah Utara
(TTU), dan Kabupaten Belu.
Tabel 2. Potensi Cendana Hasil Inventarisasi;
No
|
Kabupaten
|
1987 - 1990
|
1997 - 1998
|
||||
Induk
|
Anakan
|
Jumlah
|
Induk
|
Anakan
|
Jumlah
|
||
1.
2.
3.
4.
|
Kupang
TTS
TTU
Belu
|
10.521
80.651
42.266
43.507
|
17.069
193.365
85.235
92.334
|
27.590
234.020
107.501
135.841
|
2.230
16.968
16.090
16.129
|
10.952
95.742
17.988
74.841
|
13.182
112.710
34.078
90.940
|
Jumlah
|
176.949
|
388.003
|
544.952
|
51.417
|
199.523
|
250.940
|
Sumber : Dinas Kehutanan Prop.NTT (1998) dalam Darmokusumo,2001.
Pemerintah Provinsi NTT telah mencanangkan program
“Anggur Merah” yang salah satunya untuk mengembalikan Cendana sebagai ikon NTT.
Kebijakan
pengelolaan cendana mulai pro rakyat dengan terbitnya PP Nomor 62 Tahun 1998
yang dijabarkan lebih khusus melalui Perda Kabupaten TTS Nomor 25 Tahun 2001
tentang Cendana. Namun hasil penelitian Fatmawati (2010) tentang sosialisasi
dan implementasi perda ini menunjukan bahwa penyuluhan hukum di tingkat
kecamatan (2 tahun), radio penyiaran daerah (RPD), dan surat kabar harian
“Radar Timor” menemukan fakta masyarakat belum mengetahui adanya Perda
tersebut, masyarakat masih berpikiran Perda Provinsi NTT No. 16 Tahun 1986
tentang cendana masih berlaku. Masalah dalam sosialisai perda ini belum efektif
karena belum menjangkau masyarakat di pedesaan, resistensi masyarakat terhadap
Perda Provinsi No 16/1986 dan isi kebijakan bersifat disinsentif bagi
masyarakat.
Gambar 2. Spesimen Kayu Cendana Usia ±140 tahun
Upaya pemerintah daerah Kabupaten Timor Tengah Selatan dalam pengembangan cendana dengan
menerbitkan Perda No 25 Tahun 2001 tentang Cendana (populasi cendana hampir
punah). Didalam perda tersebut terdapat angin segar kepada masyarakat bahwa “semua tanaman budidaya dan yang tumbuh
alami menjadi hak masyarakat”. Kemudian diperkuat dengan diterbitkannya
Keputusan Bupati TTS No 8 Tahun 2002 tentang Penetapan Harga Dasar Jual Kayu
Cendana. Langkah stategis yang dilakukan dalam pengembangan cendana adalah
melakukan pendataan (inventarisasi) bekerjasama dengan ITTO di 23 desa dari 11
kecamatan yang ada. Sementara itu
program pengembangan cendana di TTS dilakukan dengan kegiatan seperti :
Pembangunan hutan tanaman cendana, penanaman massal cendana, penetapan kuota
pemanenan cendana, pembinaan industri pngolahan, pemberian insentif bagi
masyarakat, dan pemantapan tata niaga cendana. Kegiatan tersebut diatas masih
mengalami banyak kendala berhubungan dengan trauma masyarakat yang menggangap
cendana adalah tanaman bermasalah. Permasalahan dalam produksi dan pemasaran
cendana di TTS adalah : jumlah benih hasil inventarisasi hanya terdapat 1405
pohon, pemasaran masih belum terarah/secara individu karena masyarakat berpikir
yang penting untung, Harga dasar jual kayu cendana rendah (Rp50.000/kg) kepada
pemerintah sedangkan jika masyarakat langsung jual ke pengusaha
Rp300.000-Rp750.000 (Pemda rugi karena PAD hilang) dan jumlah tegakan makin
menurun karena penebangan tanpa izin oleh masyarakat serta kekurangan benih. Upaya pemda Kabupaten TTS dalam hal ini Dinas
Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten TTS dalam membangun kesadaran masyarakat dalam budidaya
cendana adalah dalam bentuk konsep untuk memberikan insentif dan
beasiswa kepada anak pemilik pohon induk agar tidak menjual kepada para
pengusaha. Semoga?????
tulisan ini sangat menggugah. dimana NTT hanya punya nama besar dengan tanaman cendana sementara upaya konservasi baru dimulai bahkan hampir tidak ada lagi tindak lanjut. saya sangat berharap jika kelompok tani kami dibrikan bantuan anakan beserta fasilitas lainnya maka kami siap ikut mengambil bagian dalam upaya pengembangan cendana dalam luasan kurang lebih 2ha. kami sdh berupaya mencari bantuan namun sampai saat ini blm mendapatkan. jika ingin membantu kami maka dapat menghubungi kami lwt email yustsabaat@yahoo.com.
BalasHapustrima kasih
terima kasih atas informasinya..
BalasHapussemoga dapat bermanfaat bagi kita semua :) velg mobil
Dimana saya bisa mendapatkan bibit pohon cendana yg disertifikasi
BalasHapusApakah ada yang berminat untuk mengembangkan pohon Kayu Stigi yang Asli..?
BalasHapusKayu Cendana Asli memang banyak manfaat nya
BalasHapusada Gelang Kayu Galih Asem Asli juga?
BalasHapusmantap banget deh Gelang Tasbih Nagasari
BalasHapusproduk Gelang Kayu Cendana yang ASLI beli dimana ya?
BalasHapusoke banget deh tasbih kayu cendana
BalasHapusharganya Gelang Gaharu Zebra berapa ya?
BalasHapussuka banget sama Tasbih Kokka asli Mesir
BalasHapusHaekal Gelang Dewandaru bagus sekali
BalasHapusmau tau tentang Khasiat Tasbih Kalimasada cek disini
BalasHapusbagus sekali Gelang Akar Bahar Besar
BalasHapus