Kamis, 31 Mei 2012

Pemanfaatan Jasa Lingkungan Air

Keragaman potensi jasa lingkungan yang ada di Cagar Alam Mutis terdapat beberapa diantaranya sudah dimanfaatkan oleh masyarakat berupa pemanfaatan Jasa Lingkungan Air dan Pemanfaatan Jasa Lingkungan Hasil Hutan Non Kayu yang berupa Madu. Ada 9 (sembilan) sumber mata air yang dimanfaatkan oleh masyarakat berasal dari dalam dan di sekitar kawasan Cagar Alam Gunung Mutis, yakni: sumber mata air Bonleu,  Poto, Lipan, Manu metan 1, Oeleu, Haunuek, Oesiet, Oefatu, Oetunu. Potensi Jasa Lingkungan yang sudah dmanfaatkan oleh masyarakat sekitar Cagar Alam Mutis adalah sebagai berikut :
1.      Mikro Hidro
Mikro Hidro merupakan bentuk pemanfaatan Jasa Lingkungan Air yang dimanfaatkan untuk keperluan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) yang terletak di Desa Nenas, Kecamatan Fatumnasi, Kabupaten Timor Tengah Selatan. Desa Nenas merupakan salah satu Desa Penyangga yang ada di sekitar Cagar Alam Mutis yang belum mendapatkan pasokan listrik secara langsung dari PLN, oleh sebab itu dibangunlah PLTA dengan daya 60 Kw (60.000 watt) dengan sumber tenaga air yang berasal dari Cagar Alam Mutis. Air yang dialirkan merupakan aliran sungai yang dibendung dan dibuat tanggul pengaliran air melaui pipa dengan diameter 50 cm. Dengan daya 60 Kw mampu memenuhi kebutuhan 127 KK dengan pemanfaatan secukupnya berupa penerangan. Untuk lebih jelas alat-alat yang digunakan sebagai pembangkit listrik dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
Gambar 1. Gedung Pembangkit Tenaga Listrik
Gambar 2. Mesin PLTA Mikro Hidro 60 kw
Gambar 3. Pipa Penyalur Air Diameter 50 cm

2.      Bak Penampungan Air
Untuk memenuhi kebutuhan air masyarakat Desa Fatumnasi, Kecamatan. Fatumnasi, Kabupaten Timor Tengah Selatan telah dibangun bak penampungan air dengan ukuran tinggi 2 meter, lebar 3 meter dan panjang 5 meter dengan pipa diameter 10 cm. Debit air yang mengalir ke bak penampungan sebesar 3 liter/detik hal ini dikarenakan air yang mengalir ke bak penampungan tidak signifikan, karena hanya mengandalkan gaya grafitasi pipa yang mengikuti alur perbukitan. Dalam pemanfaatannya bak penampungan ini dimanfaatkan oleh PDAM untuk mensuplai kebutuhan air bagi masyarakat sekitar. Ada 9 (sembilan) sumber mata air yang dimanfaatkan PDAM Darma Tirta Kabupaten TTS  berasal dari dalam dan di sekitar kawasan Cagar Alam Gunung Mutis, yakni ; sumber mata air Bonleu,  Poto, Lipan, Manu metan 1, Oeleu, Haunuek, Oesiet, Oefatu, Oetunu. 
Kapasitas bak penampung yang mencapai 30 m3 akan terisi penuh dalam waktu 8 jam 13 menit, sehingga dalam kurun waktu 1 (satu) hari bak penampungan akan terisi penuh sebanyak 3 (tiga) kali, dengan demikian bak penampungan mampu mendistribusikan air sebanyak  90 m3
Gambar 4. Bak Penampungan Air

3.      Madu
Madu merupakan salah satu hasil hutan non kayu yang merupakan komoditas utama yang berasal dari Cagar Alam Mutis. Salah satu sentra pengambilan dan pengemasan madu berada di Desa Fatumnasi, Kecamatan Fatumnasi, Kabupaten Timor Tengah Selatan. Dalam setahun madu yang dihasilkan dari Cagar Alam Mutis tidak pernah berhenti, hanya asal pengambilan saja yang berpindah. Selama musim timur pada bulan Agustus – Februari yang diambil merupakan madu yang berasal dari bunga pohon Ampupu, sedangkan pada musim barat pada bulan Maret – Juli, madu yang diambil merupakan madu yang berasal dari bunga pohon Kayu Putih. Produksi madu dalam setahun mencapai ± 2400 liter, setiap periode musim menghasilkan madu ±1.200 liter. 

           Gambar 5. Alat Penyaring dan Penutup Botol Madu
4.        Air Mineral
Produsen Air Mineral yang memanfaatkan Jasa Lingkungan Air yang berasal dari Cagar Alam Mutis yaitu “Mutisqua” yang terletak di Kelurahan Eban, Kecamatan Miomaffo Barat, kabupaten Timor Tengah Utara. Dalam produksinya perusahaan tidak mengambil langsung dari sumber mata air yang berasal dari Cagar Alam Mutis, namun bekerjasama dengan PDAM Kabupaten Timor Tengah Selatan, sehingga perusahaan air mineral memanfaatkan Jasa Lingkungan Air secara tidak langsung.
Kapasitas produksi perusahaan air mineral “Mutisqua” mencapai ±13.000 dos/bulan berukuran gelas 220 ml dan ±1000 galon/bulan berukuran 19,8 liter dengan menggunakan mesin hidrolik 4 line/4 gelas dalam 1 kali proses. 

Gambar 6. Proses Pengisian Air Mineral


Selasa, 27 Maret 2012

Buah tangan dari Baliwoso


          Baliwoso merupakan lokasi bumi perkemahan, petualangan dan pertanian di Dusun Delod Umah, Desa Pengotan, Bangli, Bali. Berada di ketinggian 1000 meter dpl, 70 km Tenggara bandara Internasional Ngurah Rai Denpasar, 5 k Selatan Danau Batur Kintamani atau 15 ksebelah selatan Bangli, Ibu kota Kabupaten Bangli.
Bumi Perkemahan dikembangkan dalam rangka promosi konservasi alam dan budaya lokal yang mampu memberikan manfaat berkelanjutan bagi masyarakat lokal. Pengunjung didorong untuk respek dan dekat dengan alam serta masyarakat lokal. Pengunjung harus menunjukkan rasa tanggung jawab, tetapi masih dapat bersenang-senang ketika tinggal di dalam tenda yang di design oleh Serengeti Tents.
Program-program kegiatan di Bumi Perkemahan mendorong pengunjung berinteraksi dengan masyarakat Pengotan melalui bidang pertanian, budaya, makanan, petualangan dan aktivitas yang memungkinkan melibatkan pengunjung. Tujuannya membuat pengunjung menjadi anggota masyarakat Pengotan yang mempunyai kepekaan dan apresiasi terhadap budaya lokal dan biodiversitas.
SEPUTAR DESA PENGOTAN
Pengotan merupakan salah satu desa di Kabupaten Bangli, dengan mayoritas penduduk bercocok tanam dan beternak sapi dan lain-lain. Masyarakat lokal menanam jeruk  kintamani, kopi, lombok, kentang, ubi rambat, jagung dan sayur-sayuran.
Penduduk Pengotan sangat kuat memeluk agama Hindu, mewarisi tradisi budaya dan ritual dari nenek moyang. Pengunjung dapat menikmati upacara yang berhubungan langsung dengan masyarakat lokal. Pengotan telah lama diketahui sebagai desa tradisional dengan atraksi barong, upacara kawin massal dan ngapen masal serta aktivitas budaya tradisional lainnya.
Pengotan awalnya merupakan salah satu desa yang masuk dalam desa penerima award dengan jumlah kepala keluarga sangat miskin terbanyak di Kabupaten Bangli, tidak mempunyai sumber daya alam yang mampu menarik wisatawan berkunjung seperti Bali pada umumnya. Sumber daya alam di Pengotan didominasi hutan bambu dan mahono. Tetapi melalui kesadaran masyarakat adat pengotan dan berkolaborasi dengan PT. Tri Woso Argo, Pengotan menjadi salah satu destinasi wisata dengan spesialisasi bumi perkemahan. Pengelolaan utama adalah jalur wisata (eco-trakking) yang dikombinasikan dengan lahan pertanian, budaya dan alam dibalut dalam suatu pengalaman yang tidak terlupakan sehingga pengunjung menyukai kondisi tersebut.
KOLABORASI MASYARAKAT ADAT PENGOTAN DAN PT. TRI WOSO AGRO
Penuturan Wakil Ketua Adat yang lebih senang namanya disebut Bapak Nang Gatot, awalnya berupa pemikiran masyarakat adat bahwa Pengotan tidak mempunyai sumber daya alam yang mampu menarik wisatawan, penerima berbagai julukan desa tertinggal dan miskin, pemuda-pemudi banyak yang pengangguran sehingga ingin mewariskan modal bekerja yang tidak akan merubah wajah desa dengan bangunan beton tetapi berkelanjutan, pendidikan pemuda-pemudinya rendah dan tidak mempunyai modal dana dan perencanaan enterpreneur. Hanya punya modal tanah adat dan tenaga kerja. Seiring dengan waktu terjalin kolaborasi dengan PT. Tri Woso Agro dan masing-masing berperan dalam kegiatan kolaborasi :
1. Peran Masyarakat Adat Pengotan :
a.   Menyediakan tanah adat untuk digunakan sebagai bumi perkemahan yang difasilitasi PT.Tri Woso Agro
b.   Melaksanakan penjagaan secara adat terhadap segala infrastruktur bumi perkemahan yang didirikan PT. Tri Woso Agro melalui sumpah adat yang benar-benar di pegang teguh segenap masyarakat Pengotan. Keterangan PT. Tri Woso Agro, belum pernah terjadi kehilangan satupun sarana infrastruktur bumi perkemahan bahkan sangat terbantu ketika masyarakat menemukan tanda-tanda kerusakan infrastruktur.
c.    Melaksanakan berbagai kegiatan adat pada saat bulan-bulan upacara adat (PT. Tri Woso Agro tidak dapat memaksakan pertunjukan adat yang bukan pada kalender upacara adat).
2.  Peran Pemuda Pengotan (Karang Taruna)
a.   Pelaksana lapangan berbagai kegiatan bumi perkemahan seperti pramusaji, koki, kebersihan, guide wisata, keamanan, kebersihan dan mengganti berbagai fasilitas yang terbuat dari bahan lokal (bambu dan kayu) yang telah mengalami kerusakan.
b.   Memberikan pelatihan menari, kerajianan bambu, ketrampilan memanah dan lain-lain
3.  Peran PT. Tri Woso Agro (fasilitator)
a.   Mendirikan berbagai fasilitas bumi perkemahan dan sarana pendukung bumi perkemahan dengan menggunakan fasilitas bahan lokal, kecuali Serengiti Tent (Tenda dan fasilitas di dalam tenda).
b.   Mendirikan fasilitas buni perkemahan tanpa penggunaan bahan bangunan dari beton (tanpa hotel) dan tanpa jalan beraspal.
c.    Melaksanakan program-program marketing bumi perkemahan
d.   Memberikan berbagai pelatihan pengelolaan bumi perkemahan kepada karang taruna
e.    Merekrut karang taruna Pengotan sebagai pelaksana di lapangan
f.     Secara perlahan mengurangi tenaga interpreter pelaksana bumi perkemahan yang dari luar Pengotan dan menggantikannya tenaga interpreter yang yang dididik dan diseleksi dari Pengotan. Pada saat studi banding tenaga interpreter dari Jawa hanya 2 orang, interpreter trakking, interpreter permainan dan lain-lain berasal dari Pengotan. Salah satunya, Pak Wayan Darmawan adalah juara nasional interpreter permainan yang sering di pakai Kepresidenan untuk kegiatan ice breaking di istana.
g.    Makanan dan terutama snack terbuat dari bahan lokal Pengotan (tidak menyajikan roti dari pabrik, bahkan kopi disajikan dari perkebunan di Bali). Snack terbuat dari bahan baku ubi jalar yang telah diolah menjadi berbagai jenis panganan, selain itu dari bahan jagung, ubi kayu, pisang dan lain-lain yang ditanam sendiri di Pengotan dan diolah oleh karang taruna. Karang taruna juga yang membeli di luar pengotan apabila bahan-bahannya ketersediaannya tidak mencukupi di Pengotan. Bahkan upacara pernikahan yang dilaksankan di bumi perkemahan Pengotan, kue pengantin terbuat dari bahan tepung uji jalar, jagung tanpa tepung gandum.
4.  Peran Wisatawan
a.   Setiap wisatawan wajib menanam satu pohon setiap orang. Yang tidak menanam sangsinya adalah tidak boleh masuk ke Pengotan. Jadi ketika masuk Pengotan sudah diberitahu harus menetapkan hati untuk menanam pohon. Pohon yang ditanam adalah pohon untuk kebutuhan masyarakat adat dan upacara adat seperti pohon kenanga.
b.   Menghormati adat istiadat desa Pengotan
PENGATURAN PEMASUKAN
Tiket masuk sebesar Rp 10.000,00 per orang dibagi ke masyarakat adat sebesar Rp 2.500,00 (digunakan sebagai dana abadi, bunganya untuk merawat para lansi Pengotan), karang taruna taruna menerima Rp 2.500,00 (digunakan untuk bantuan pendidikan dan kegiatan bersifat enterpreneur bagi pemuda karang taruna) dan Rp 5.000,00 (dikelola perusahaan untuk biaya penggantian infrastruktur yang terbuat dari bahan lokal seperti jembatan bambu yang menghubungkan tiap lokasi trakking). Jadi secara logika semua biaya tiket masuk di Pengotan itu sendiri.
PT. Tri Woso Agro mengelola pemasukan selain tiket masuk. Sebagian besa pemasukan ini masuk ke Pengotan karena bahan makanan dan snack menggunakan bahan baku lokal Pengotan, kecuali ketersediaanya kurang mencukupi. Seperti telur pembuatan kue nikah yang berbahan tepung ubi jalar, jika telur lokal Pengotan kurang baru di beli dari luar Pengotan.
PERUBAHAN PENGOTAN
a.   Menjadi destinasi ekowisata terkenal hingga mancanegara
b.   Pusat turis yang 100% menghormati adat istiadat dan kebiasaan masyarakat pengotan, tidak seperti destinasi pantai Kuta.
c.    Pusat turis yang 100% melaksanakan konservasi, tutupan hutan adat prosentasenya naik, konservasi lahan meningkat.
d.   Tingkat pengangguran pemuda-pemudi Pengotan 0%, diikuti meningkatnya tingkat pendidikan masyarakat (pemuda-pemudi sudah mulai menjadi mahasiswa si Bali dan di luar Bali)
YANG TIDAK BERUBAH DI PENGOTAN
a.   Rumah-rumah penduduk tidak berubah letakknya (tidak terusir karena pembangunan wisata).
b.   Tanah adat tidak berkurang, tidak berubah beton, jalan tetap jalan tanah yang ditata sedemikaian rupa
c.    Hutan adat berupa hutan bambu, hutan kenanga dan hutan mahoni tidak berkurang luasnya tapi bertambah tutupannya vegetasinya.
d.   Tidak ada perubahan anggota karang tarunanya yang seolah-olah ke barat-baratan dengan musik reagge, dance jumpalitan, rambut punkrock, tato bersliweran di tubuh dan lain-lain.
FASILITAS BUMI PERKEMAHAN PENGOTAN:
11 Tenda Serengeti yang menampung 100 orang yang dilengkapi dengan :
a.   Toilet dan hot shower
b.   Play ground (area bermain)
c.    Bale Begong (aula pertemuan)
d.   Panggung Pertunjukkan
e.    Trek jogging
f.     Trek Sepeda
g.    Area Parkir
h.   Area memanah
i.      Area pemeliharaan sapi dengan berbagai jenis tanaman musiman seperti jagung, kedelai, strawberry, kentang atau ubi rambat ungu
j.      Berbagai jenis rute trekking (jalan kaki melewati berbagai jembatan kayu dari bambu, advanture bersepeda, bermotor dan offroad)
PAKET EKOWISATA PENGOTAN :
Paket ekowisata di Baliwoso dirancang untuk memenuhi kebutuhan individu, perkawinan, keluarga, dan kelompok baik kecil maupun besar.
1.  Paket Dasar
·      Akomodasi Tenda Serengeti
·      Makan 3 kali (pagi, siang dan malam) + 2 snack ala Pengotan
·      Menikmati pertunjukan dan belajar musi dan tarian Pengotan
·      Eko Trekking dengan jarak pendek – menengah mengelilingi Desa Pengotan
2.  Paket Eksplorasi Pengotan
·      Paketnya menyesuaikan kondisi yang memberikan kesempatan mengeksplorasi keajaiban dan keindahan desa dan budaya Pengotan
·      Direkomendasikan tinggal minimal 3 hari dan 2 malam.
3.  Paket Spesial Pengotan
·      Paket spesial dengan mengikuti  Kalender Kegiatan Upacara Desa Pengotan
·      Kalender kegiatan upacara Desa Pengotan meliputi kawin massal, ngaben masal, dan ulang tahun Pura Pengotan dengan berbagai tarian dan musik yang hanya dapat ditampilkan pada saat upacara tersebut.
4.  Paket Korporasi dan Group
·      Gathering, tamasya, pelatihan dan pertemuan di Desa Pengotan


Oleh; Isai Yusidarta,ST.,M.Sc

Regulasi dan Upaya Pengembangan Cendana di Pulau Timor - Nusa Tenggara Timur

Latar Belakang
Cendana (Santalum album Linn) sudah lama dikenal sebagai identitas dan kebanggaan Nusa Tenggara Timur. Namun keberadaan tanaman cendana di nusa tenggara, terutama di NTT pada saat ini sudah sangat langka.  Kelangkaan ini dimulai sejak tahun 80-an sampai 90-an. Keadaan tersebut disebabkan oleh eksploitasi tanaman cendana secara besar-besaran tetapi tidak dibarengi dengan upaya rehabilitasi atau penanaman cendana kembali secara cukup seimbang dengan eksploitasinya. Selain itu dukungan masyarakat untuk mempertahankan dan membudidayakan tanaman cendana pada saat itu sangat rendah. Kondisi langkanya cendana juga dipicu oleh kebijakan pengelolaan yang tidak tepat. Sebagai tanaman yang memiliki nilai ekonomis tinggi, kelestariannya perlu terus dijaga melalui upaya-upaya regenerasi.
Gambar 1. Cendana Umur 24 tahun

Kultur Teknis Tanaman Cendana
          Fokus perhatian terhadap manajemen budidaya cendana adalah benih berkualitas. Masa panen cendana pada bulan Mei-Juni sehingga diusahakan agar tidak mengambil benih diluar masa panen karena akan berdampak terhadap rusaknya mutu/imbreeding tanaman cendana, selain itu kadar air ideal penyimpanan adalah 5% dan tidak boleh disimpan lebih dari 5 bulan setelah panen karena berpengaruh terhadap rendahnya daya kecambah. Sumber benih berasal dari tegakan yang berumur ≥20 tahun bukan dari individu yang hidup sendiri (persilangan dalam). Untuk megetahui pohon matang dapat diketahui dengan cara membor gubal sedalam 2,5 cm. Upaya perbaikan sumber benih dilakukan dengan menanam suatu areal dengan keragaman sumber benih >25 jenis. Sementara itu inang cendana sangat diperlukan dalam budidaya cendana karena memiliki fungsi : membantu menyerap unsur hara (N, P dan asam amino), haustoria/bintil yang menempel pada akar cendana dan haustoria 70% terbentuk setelah 30 hari kecambah serta 97% setelah satu tahun. Penelitian Balibanghut Kupang, bahwa tanaman cendana yang ditanam bersama dengan Alternathera, Desmantus virgatus dan Crotalaria juncea mendapatkan pertumbuhan terbaik di persemaian dan lapangan. Tanaman inang cendana sekunder yang sudah dikenal masyarakat di NTT seperti : Lamtoro, Trembesi, Kaliandra, Kabesak, Johar, Nangka, Kasuarina, Gmelina, Turi, Timau, Jambu, Villosa dan Flamboyan. Namun perlu diperhatikan agar tanaman inang tidak menjadi kompetitor dalam perebutan unsur hara dan cahaya bagi cendana dengan cara menanam hanya 6 % tanaman inang dilapangan dan pemangkasan yang kontinyu.
          Keberhasilan penanaman cendana dilapangan terbilang rendah karena sulitnya sumber benih bermutu yang teridentifikasi, oleh karena itu perlu perlu dibangun suatu manajemen teknis yang tepat. Persemaian adalah tempat untuk memproses benih menjadi bibit/semai yang siap ditanam dilapangan. Perencanaan persemaian meliputi kegiatan : penentuan jenis persemaian (sementara dan tetap) dan pemilihan lokasi (letak, persediaan air, kondisi tanah, pagar hidup, jalan angkutan dan kelerengan). Sementara itu pembangunan persemaian dan penyiapan media terdiri dari kegiatan : penentuan luas persemaian (jumlah semai yang diproduksi dan lamanya bibit dipersemaian hingga ditanam) serta pembuatan bedeng tabur dan sapih. Media bedeng tabur 100% dengan pasir yang sudah disangrai atau campuran pasir dan tanah (2:1), sedangkan media bedeng sapih adalah top soil, kompos/bokashi dan tanah (3:1:1). Perlakuan benih cendana sebelum disemai adalah direndam dalam air dingin selama 14 jam, perkecambahan normal pada umur 14 hari, jika tidak normal 21 hari sampai 2 bulan. Bibit disemai pada bedeng tabur dan disapih saat usia 2 bulan (4 daun) atau langsung didalam polibag sebanyak 3 benih (pengalaman Balitbanghut Kupang persentase tumbuh 85 %). Hasil pengamatan terhadap perkecambahan benih cendana di Lokasi Persemaian Balai Diklat Kehutanan Kupang di Soe bahwa dari tiga provenan  benih cendana (Sumba, Alor dan Timor), benih dari Sumba memiliki daya kecambah yang lebih tinggi (20%) dari 1 kg benih yang ditabur. Rendahnya daya kecambah tersebut ada indikasi sumber benih yang disemai asal usulnya tidak diketahui, baik pohon benih, waktu unduh, dan cara penyimpanannya. Namun, hal ini belum dapat dijadikan rekomendasi karena hasil penelitian dari Balitbanghut Kupang, daya kecambah yang normal dapat mencapai 60%. Dilihat dari berbagai permasalahan tersebut dapat menjadi pertimbangan bagi para petugas lapangan dalam manajemen benih cendana dari pemilihan benih sampai penanaman dan pemeliharaan dilapangan.
          Kegiatan penanaman tanaman kehutanan pada umumnya mengalami kegagalan begitupun untuk tanaman cendana. Kegagalan penanaman cendana disebabkan oleh beberapa faktor seperti : penanaman terlalu dalam sehingga akar busuk dan terlalu dangkal sehingga rentan terhadap kekeringan, akar tanaman terlipat, akar mengenai batu/lubang, kantong plastik tidak dilepas, kualitas bibit tidak memadai dan media terlalu padat. Sukses penanaman cendana perlu memperhatikan faktor-faktor sebagai berikut : bahan tanaman (biji, stek dan stump), tempat tumbuh harus sesuai, cara tanam yang tepat, diperlukan tanaman inang dan meminimalisir terjadinya gangguan seperti : kebakaran, ternak liar, pencurian, hama dan penyakit serta kondisi iklim. Model pola tanam campuran (wanatani, agroforestry, silvopasture, hkm dan wanafarma sangat dianjurkan. Pemanfaatan pekarangan lebih baik karena perawatan dapat dilakukan secara kontinyu. Teknik penanaman dilakukan secara tidak langsung melalui pemeliharaan dipersemaian sehingga bibit dikondisikan dengan keadaan lapangan saat ditanam. Penanaman dilakukan pada lahan terbuka secara baris dan larikan yaitu 400 batang/ha (Jarak tanam 5 m x 5 m) dan lahan tegalan untuk pengkayaan batas tanah serta sisipan 200 batang/ha. Jarak tanam memperhatikan : kelerengan lahan (semakin curam semakin rapat), sifat jenis tanaman (tajuk cepat berkembang ditanam longgar) dan tujuan penanaman (untuk kayu) jarak tanam rapat.     
          Pemelihaaan merupakan upaya yang dilakukan agar tanaman dapat tumbuh dengan baik sesuai tujuan, dengan mengkondisikan faktor luar yang sesuai dengan tanaman. Kegiatan-kegiatan dalam pemeliharaan adalah :
1.   Penyiraman
          Kebutuhan air terhadap cendana tidak banyak, rata-rata setiap hari cukup disiram 800 cc (3-4 gelas air) per batang. Untuk jumlah bibit yang banyak dapat menggunakan teknologi botol tetes.
2.   Penyulaman
     Penyulaman dilakukan untuk menganti tanaman yang mati dengan tanaman baru yang sejenis dan seumur. Tanaman dengan persentase tumbuh <40% dinyatakan gagal. Pengalaman Balitbanghut Kupang dengan teknik pembuatan tanaman cendana yang baik persentase hidup tanpa penyulaman tahun pertama 65% dan tahun ketiga 57%.
3.   Penyiangan
Penyiangan adalah kegiatan membersihkan tanaman pokok dari gangguan gulma agar tanaman pokok tidak dapat pesaing dalam penyerapan unsur hara. Penyiangan dilakukan 2 kali dalam setahun atau disesuaikan dengan keadaan pertumbuhan gulma.
4.   Pemupukan
Pemupukan pada cendana belum banyak dilakukan karena cendana sebagai tumbuhan semi parasit yang mendapat pasokan hara dari tanaman inang disekitarnya. Pupuk dasar saat tanam adalah campuran pupuk kandang dan urea (500 g pupuk kandang dan 5 g urea/lubang). Frekuensi pemupukan dilakukan 2 kali saat awal musim hujan dan akhir hujan.
5.   Pemangkasan
          Tujuan pemangkasan agar mengurangi cabang-cabang yang banyak sehingga dapat meningkatkan kualitas batang pohon yang bagus dan tanaman inang tidak menggangu pertumbuhan tanaman cendana.
6.   Penjarangan
Penjarangan adalah kegiatan mengurangi kepadatan pohon dan menghindari penyebaran hama penyakit. Penjarangan dilakukan jika tajuk sudah saling bersentuhan dan saling menutup. Dilakukan pada pertumbuhan pohon yang kerdil, akan mati dan terserang hama penyakit.
7.   Pemberantasan hama penyakit
       Tujuan kegiatan ini agar tidak merugikan tanaman cendana sehingga dicapai hasil optimal pada akhir daur. Jenis-jenis hama dan penyakit cendana adalah : Kutu Sisik, Kutu Putih, Ulat Daun, Jamur Embun Jelaja, Busuk Batang, Busuk Biji, Tikus dan Ulat. Kegiatan pemberantasan dapat dilakukan dengan penggunaan bahan kimia dan pemangkasan/ pemotongan pohon yang terserang penyakit.
8.   Perlindungan terhadap gangguan lain
          Gangguan lain terhadap cendana adalah : Kebakaran yang dapat dicegah dengan membuat sekat bakar, pemangkasan tumbuhan bawah dan penyuluhan, Pencurian dapat dicegah dengan tindakan prefentif, edukatif dan represif, Penggembalaan liar dapat dicegah dengan membuat pagar.
          Aspek pemanenan dipandang tidak telalu krusial dibanding aspek yang sedang gencar di dorong yaitu perbenihan, pesemaian, penanaman dan pemeliharaan. Namun demikian hal ini perlu diketahui mengenai waktu dan cara panen. Hal yang perlu diketahui dalam pemanen cendana adalah daur/rotasi tebang ideal. Daur tersebut antara lain : Daur silvikultur, daur teknis, daur pendapatan tertinggi dan daur finansial. Dari keempat daur tersebut daur yang cocok untuk cendana adalah Daur Teknis. Hal ini karena pemanenan sesuai dengan tegakan yang telah mencapai ukuran yang sudah ditetapkan untuk keperluan produk yang akan dihasilkan. Daur teknis cendana pada tahun 1970-an-1990-an untuk mengejar jatah tebang sehingga usia 30 tahun sudah ditebang (saat sekarang sudah tidak tepat). Hasil penelitian menunjukan bahwa pada usia 40-50 tahun adalah masa pohon cendana membentuk kayu teras secara penuh, sehingga daur tebang yang tepat adalah 50-60 tahun. Penentuan jatah tebang kayu cendana dapat diperoleh dengan rumus : AAC = N x W/A, dimana : AAC = Jatah tebangan/tahun (kg), W = Berat kayu teras (kg), A = Daur (Tahun) dan N = Jumlah pohon masak tebal dengan kedalaman gubal 2,5 cm.. Prinsip-prinsip pemanenan harus memperhatikan : kepastian jatah tebang, pulihnya hutan, keanekaragaman hayati dan kepastian terpeliharaanya air, tanah dan udara. Keberadaan cendana di NTT mengundang investor dalam kegiatan pengelolaan industri bahan baku cendana. Namun dengan berjalannya waktu industri cendana mengalami stagnasi karena kurangnnya bahan baku yang dapat diolah untuk keperluan industri. Kandungan santalol yang tinggi pada teras cendana merupakan sumber minyak atsiri yang diperoleh melalui penyulingan. Metode penyulingan dilakukan dengan 3 cara : Penyulingan dengan sistem rebus, dengan air dan uap serta dengan uap langsung.

Kebijakan Budidaya Cendana Dulu dan Sekarang

Kebijakan budidaya cendana dimulai dengan sejarah rehabilitasi pada tahun 1976 hingga sekarang. Program Departemen Kehutanan dalam kegiatan rehabilitasi terkesan hanya ganti nama dengan wajah kegiatan yang sama. Dimulai dari program penghijauan dan reboisasi kemudian gerhan dan sekarang RHL menunjukkan hasil yang dikatakan gagal total. Idealnya agar program sukses perlu ada koordinasi intensif dengan Balibanghut (Penelitian) kemudian diteruskan ke BPPK (Diklat) dan corongnya inovasi teknologi adalah penyuluh kehutanan. Namun hal ini belum berjalan sesuai harapan. Upaya pokok Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial di bidang budidaya cendana oleh Direktorat Jenderal RLPS Kementerian Kehutanan, tanaman cendana tidak termasuk dalam kegiatan pokok pengelolaan DAS prioritas dan hanya terlihat dari kegiatan prioritas bidang yaitu pengembangan pembenihan tanaman hutan.
Secara khusus kebijakan budidaya cendana di NTT dimulai dengan terbitnya Perda  Provinsi NTT (1966-1999) dan Perda No 16 Tahun 1986 yang berisi penguasaan cendana  di seluruh NTT oleh pemerintah dan sistem bagi hasil cendana di lahan milik. Hal ini menyebabkan masyarakat tidak tertarik mengembangkan cendana dan bersikap apatis  terhadap cendana yang dianggap tanaman bermasalah. Namun fakta membuktikan bahwa jumlah populasi cendana berkurang dan cenderung terancam punah, Kebijakan pengelolaan cendana pada masa lalu kurang berpihak pada masyarakat lokal, Belum adanya keinginan masyarakat untuk membudidayakan cendana, Eksploitasi tidak memperhatikan prinsip produksi lestari, Jumlah tegakan cendana sulit diprediksi, Adanya traumatis di kalangan masyarakat sehubungan dengan banyaknya masalah hukum dimasa lalu dan Usia produksi cendana cukup panjang. Pengelolaan cendana di NTT telah melalui beberapa rezim, diawali pada masa pemerintahan Hindia Belanda hingga masa Indonesia merdeka. Pada masa Pemerintahan Hindia Belanda, semua cendana dikuasai oleh pemerintah dan masyarakat diharuskan merawat  tanaman cendana di lahan miliknya sendiri.  Jika mati, rusak, ditebang atau terbakar maka dikenai sangsi hukuman. Pada masa Indonesia Merdeka, pengelolaan cendana khususnya yang berkaitan dengan pembagian hasil mengalami pasang surut kebijakan sesuai dengan dinamika sistem pemerintahan.
Tabel 1. Distribusi dan Besaran Premi Kayu Cendana
No
Pembagian Hasil
Perda No 11/PD/1966
Perda No.16/1986 & Kpts.Gub.NTT No.82/1996
Kawasan Hutan
Tanah Milik
Bukan Tanah Milik
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Masayarakat
Tokoh masyarakat
Kepala Desa (Temukung)
Wakil Raja (Fetor)
Kas Pemda Kab.
Kas Pemda Prop.
Upah
3%
2%
1%
74%
20%
50%
2%
1%
1%
36%
10%
Upah
3%
2%
1%
55%
25%
15%
-
-
-
42,50%
42,50%
Sumber. Perda NTT No.4/1953, Perda NTT No.16/1986 dan Keputusan Gubernur NTT No.82/199/PD/1996

          Data dari Dinas Kehutanan Propinsi NTT Tahun 1998, menyebutkan bahwa populasi cendana di NTT masih ditemukan di Kabupaten Kupang, Timor Tengah Selatan (TTS), Timur Tengah Utara (TTU), dan Kabupaten Belu.
Tabel 2. Potensi Cendana Hasil Inventarisasi;
No
Kabupaten
1987 - 1990
1997  -  1998
Induk
Anakan
Jumlah
Induk
Anakan
Jumlah
1.
2.
3.
4.
Kupang
TTS
TTU
Belu
10.521
80.651
42.266
43.507
17.069
193.365
85.235
92.334
27.590
234.020
107.501
135.841
2.230
16.968
16.090
16.129
10.952
95.742
17.988
74.841
13.182
112.710
34.078
90.940
Jumlah
176.949
388.003
544.952
51.417
199.523
250.940
Sumber : Dinas Kehutanan Prop.NTT (1998) dalam Darmokusumo,2001.

Pemerintah Provinsi NTT telah mencanangkan program “Anggur Merah” yang salah satunya untuk mengembalikan Cendana sebagai ikon NTT. Kebijakan pengelolaan cendana mulai pro rakyat dengan terbitnya PP Nomor 62 Tahun 1998 yang dijabarkan lebih khusus melalui Perda Kabupaten TTS Nomor 25 Tahun 2001 tentang Cendana. Namun hasil penelitian Fatmawati (2010) tentang sosialisasi dan implementasi perda ini menunjukan bahwa penyuluhan hukum di tingkat kecamatan (2 tahun), radio penyiaran daerah (RPD), dan surat kabar harian “Radar Timor” menemukan fakta masyarakat belum mengetahui adanya Perda tersebut, masyarakat masih berpikiran Perda Provinsi NTT No. 16 Tahun 1986 tentang cendana masih berlaku. Masalah dalam sosialisai perda ini belum efektif karena belum menjangkau masyarakat di pedesaan, resistensi masyarakat terhadap Perda Provinsi No 16/1986 dan isi kebijakan bersifat disinsentif bagi masyarakat.
Gambar 2. Spesimen Kayu Cendana Usia ±140 tahun

Upaya pemerintah daerah Kabupaten Timor Tengah Selatan dalam pengembangan cendana dengan menerbitkan Perda No 25 Tahun 2001 tentang Cendana (populasi cendana hampir punah). Didalam perda tersebut terdapat angin segar kepada masyarakat bahwa “semua tanaman budidaya dan yang tumbuh alami menjadi hak masyarakat”. Kemudian diperkuat dengan diterbitkannya Keputusan Bupati TTS No 8 Tahun 2002 tentang Penetapan Harga Dasar Jual Kayu Cendana. Langkah stategis yang dilakukan dalam pengembangan cendana adalah melakukan pendataan (inventarisasi) bekerjasama dengan ITTO di 23 desa dari 11 kecamatan yang ada.  Sementara itu program pengembangan cendana di TTS dilakukan dengan kegiatan seperti : Pembangunan hutan tanaman cendana, penanaman massal cendana, penetapan kuota pemanenan cendana, pembinaan industri pngolahan, pemberian insentif bagi masyarakat, dan pemantapan tata niaga cendana. Kegiatan tersebut diatas masih mengalami banyak kendala berhubungan dengan trauma masyarakat yang menggangap cendana adalah tanaman bermasalah. Permasalahan dalam produksi dan pemasaran cendana di TTS adalah : jumlah benih hasil inventarisasi hanya terdapat 1405 pohon, pemasaran masih belum terarah/secara individu karena masyarakat berpikir yang penting untung, Harga dasar jual kayu cendana rendah (Rp50.000/kg) kepada pemerintah sedangkan jika masyarakat langsung jual ke pengusaha Rp300.000-Rp750.000 (Pemda rugi karena PAD hilang) dan jumlah tegakan makin menurun karena penebangan tanpa izin oleh masyarakat serta kekurangan benih. Upaya pemda Kabupaten TTS dalam hal ini Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten TTS dalam membangun kesadaran masyarakat dalam budidaya cendana adalah dalam bentuk konsep untuk memberikan insentif dan beasiswa kepada anak pemilik pohon induk agar tidak menjual kepada para pengusaha. Semoga????? 

“Waktu terbaik menanam adalah 5-10 tahun yang lalu, namun waktu terbaik kedua adalah   SEKARANG!!!!. Ayo tanam CENDANA!!!!!!

Ditulis oleh :   Oktan Tusry Herdhi Poy (PEH Pelaksana Resort Konservasi Wilayah CA Gunung Mutis)